Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Kedua kebijakan yang dianggap dapat menggerus penjualan mobil dan motor tersebut adalah pembatasan BBM bersubsidi yang rencananya digulirkan pada Mei dan peningkatan uang muka minimum menjadi 30% pada 15 Juni 2012. “Kalau kedua kebijakan itu diterapkan, suka tidak suka, penjualan mobil pada tahun ini akan menurun drastis. Kalau tidak ada kedua kebijakan itu, pasar mobil padahal masih bisa menyentuh 1 juta unit pada akhir tahun ini,” kata Ketua III Gaikindo Johnny Darmawan.
Jika kedua kebijakan tersebut benar-benar direalisasikan pemerintah, lanjutnya, target penjualan 1 juta unit akan mundur hingga beberapa tahun mendatang sampai kondisi pasar otomotif menemukan titik keseimbangan baru. Berdasarkan catatan Gaikindo, penjualan mobil di pasar domestik pada tahun lalu mencapai 894.180 unit, melonjak 17% dibandingkan dengan realisasi pada 2010 sebesar 764.710 unit.
Pada tahun ini, penjualan ditargetkan tumbuh minimum 5,6% menjadi 945.000 unit. Namun, dengan performa pencapaian pada kuartal I/2012 sebesar 250.533 unit, pebisnis justru kian optimistis penjualan pada tahun ini bisa mencapai 1 juta unit.
“Sayangnya, kedua kebijakan yang akan ditetapkan pada 2012 tersebut akan menghalangi pencapaian penjualan 1 juta unit. ATPM [agen tunggal pemegang merek] terpaksa harus menunggu waktu hingga beberapa tahun lalu agar pasar mobil bisa meraih target tersebut,” ujarnya.
Keluhan atas kebijakan pemerintah yang berpotensi mendistorsi pasar otomotif, lanjutnya, telah disampaikan kepada Kementerian Perindustrian selau pembina industri manufaktur nasional. Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi mengatakan keluhan pengusaha terutama terkait dengan peningkatan uang muka minimum telah disampaikan kepada pengatur kebijakan.
“Semua sudah kami mediasi. Sekarang masih dilakukan simulasi terkait dengan seberapa besar dampaknya. Namun, saya tidak mungkin memberikan laporan segala sesuatunya secara mendetail kepada pers,” ujarnya.
Dibandingkan dengan melakukan pembatasan BBM bersubsidi, Johnny berpendapat lebih baik pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. “Kenaikan harga BBM pasti akan menurunkan pasar tapi dampaknya sangat temporer sehingga tidak langsung menurunkan penjualan secara drastis,” katanya.
Kalangan ATPM, katanya, telah merekomendasikan konsumen agar menggunakan BBM dengan RON 92, yaitu setara dengan Pertamax. “Namun, pemilihan jenis BBM tetap tergantung pada konsumen karena itu adalah hak azasi. Kalau mau pembakarannya lebih sempurna, harus membeli BBM dengan oktan yang tinggi,” tegasnya.