Otomotif
Minggu, 15 September 2013 - 17:50 WIB

MOBIL MURAH : Nilai Mobil Murah Kontradiktif, YLKI Tuntut Insentif Bahan Bakar

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi mobil murah (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Mobil murah yang belakangan ini heboh sebagai buah bibir publik ternyata hanya cocok dioperasikan dengan bahan bakar nonsubsidi. Kalangan pembela hak konsumen pun menuding mobil murah dan hemat energi yang belakangan didorong pengembangannya oleh pemerintah sebagai hal yang kontradiktif.

Setidaknya demikianlah penilaian yang disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Soedaryatmo saat dihubungi Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta, Minggu (15/9/2013). Penilaian itu ia sampaikan sebagai reaksi atas penjelasan kalangan agen tunggal pemegang merek (ATPM) bahwa mobil murah dan hemat energi membutuhkan bakar bakar dengan nilai oktan di atas 91.

Advertisement

Nilai oktan (octane number) merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Research octane number (RON) premium di stasiun bahan bakar umum Pertamina saat ini adalah 92. Sedangkan Pertamax adalah RON 95, bahkan RON 98.

Pemerintah saat ini hanya menyubsidi Premium, sedangkan Pertamax mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. Kenyataan itulah yang disimpulkan Direktur Pemasaran dan Purnajual PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandy bahwa mobil murah hanya cocok dioperasikan dengan bahan bakar nonsubsidi

Menanggapi hal itu, Ketua YLKI Soedaryatmo menerangkan penggunaan bahan bakar nonsubsidi dengan oktan yang tinggi pada mobil murah dan hemat energi merupakan perihal yang kontradiktif untuk konsumen pengguna. Menurutnya, Pemerintah dan ATPM mengeluarkan peraturan yang isinya memudahkan kalangan pembeli mobil pertama atau kalangan kelas menengah untuk mendapatkan mobil.

Advertisement

Namun, sambungnya, dalam pelaksanaan konsumen pembeli pertama harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya operasional khusus bahan bakar. “Jadi Pemerintah harus mempertimbangkan hal ini sehingga konsumen jangan cuma beli mobil murah tetapi mahal operasionalnya. Ini sifatnya paradoks,”ungkapnya.

Dia berharap jika semangat mobil murah dan hemat energi difokuskan pada kalangan pembeli mobil pertama dan menyasar kalangan menengah, maka konsumen pemakai produk ini berhak mendapatkan insentif terkhusus bahan bakarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif